Tugas Softskill Manajemen Pemasaran
Analisis
Investasi Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali
Pertemuan
yang dihadiri oleh sekitar 20 ribu orang peserta tersebut telah menghasilkan
Rp200 triliun investasi untuk 19 item proyek infrastruktur di Indonesia.
Didapat juga komitmen dari World Bank sebesar Rp15 triliun berupa pinjaman
berjangka waktu 35 tahun untuk program rehabilitasi dan rekonstruksi
wilayah-wilayah Indonesia yang terdampak bencana gempa bumi di Lombok dan
gempa, tsunami dan likuefaksi di Palu, Sigi dan Donggala.
Selain
mendapatkan komitmen investasi dan pinjaman lunak untuk wilayah bencana, forum
IMF – WB juga telah dimanfaatkan pemerintah Indonesia untuk memperkenalkan
instrumen investasi baru yakni Green Sukuk (Bond). Green Bond merupakan
inisiatif pertama kali bagi penerbitan obligasi hijau di kawasan Asia Tenggara.
Selain memperkuat posisi pasar keuangan syariah global, Green Bond juga
menunjukkan komitmen Indonesia pada ratifikasi Paris Agreement 2016 yang ingin
menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kadar rendah karbon, punya daya
tahan terhadap perubahan iklim, dan mendorong target penurunan emisi sebanyak
26 persen pada 2020.
Atas
hasil yang diperoleh dari forum IMF-WB tersebut, apakah itu pertanda bahwa
Indonesia masih merupakan negara tujuan investasi yang diminati? Apakah juga
itu berarti para investor negara lain akan kembali meramaikan investasi FDI di
Indonesia? Apakah Green Sukuk dalam jangka menengah panjang bisa menjadi era
baru bagi investasi portofolio di Indonesia yang tengah mengalami guncangan capital
flight beberapa waktu terakhir ini?
Capaian
yang diperoleh dari forum Bali IMF-WB Meeting, tentunya harus dilihat sebagai
forum kritis agar Indonesia lebih mampu menarik investasi langsung ke Indonesia
melalui forum-forum serupa di dalam dan luar negeri. Sebagai catatan, iklim FDI
di Indonesia pada beberapa tahun terakhir memang agak kurang menggembirakan.
Kasus berpindahnya investasi langsung dari Indonesia ke negara-negara tetangga
seperti Vietnam dan Thailand harus dijadikan masukan serius. Sebab, sudah
menjadi rahasia umum bahwa iklim investasi di Indonesia membuat para investor
FDI tidak betah. Selain masalah upah buruh, birokrasi yang njlimet dan “high
cost economy”, tata kelola dan ribetnya regulasi dan pajak menyebabkan investor
asing melarikan dananya ke negara-negara yang dipercaya mempunyai iklim
investasi yang kondusif bagi pengembangan usaha.
Oleh
karenanya akan sangat disayangkan, jika komitmen investasi yang sudah diperoleh
dari Bali IMF-WB Meeting forum pada akhirnya tidak 100 persen terwujud dalam
realisasi investasi seperti yang telah ditandatangani. Sebab, biasanya investor
akan melihat dan menilai dulu kelayakan investasi yang akan ditanam di suatu
negara, termasuk persoalan birokrasi dan kemudahan berusaha. Terlebih, komitmen
investasi kebanyakan untuk mem-backup BUMN
dalam proyek-proyek infrastruktur dengan berbagai macam dinamika yang
terekam di lapangan.
Sebelum
pertemuan IMF-World Bank dilaksanakan di Bali, banyak pihak yang mendadak sok
pahlawan untuk mendapatkan simpati padahal hanya ingin cari muka. Salah satunya
adalah capres sebelah yang malah seenaknya menganjurkan agar pertemuan ini
ditunda dan dipertimbangkan kembali dengan melihat situasi negara yang sedang
dilanda gempa.
Capres
sebelah ini tidak tahu kalau persiapan pertemuan ini dilakukan jauh-jauh hari,
bukan dipersiapkan kemarin sore. Kalau hanya rencana simpel seperti makan siang
di warteg, okelah bisa ditunda. Ini pertemuan tahunan yang prosesnya lama, mana
bisa seenak jidat menunda apalagi membatalkan. Mau ditaruh di mana muka
Indonesia ini? Katanya mau make Indonesia great again, ini malah make Indonesia
ashamed (dipermalukan) again.
Sama
persis kayak nyinyir soal penyelenggaraan Asian Games, malah memuji Vietnam
yang mengundurkan diri sebagai tuan rumah karena kekurangan dana. Dia ini tidak
lain hanyalah ingin cari panggung agar mendapatkan simpati, padahal
kenyataannya dia malah membuat publik makin tidak respek. Apalagi ditambah
kasus Ratna Sarumpaet, habislah sudah.
Nah,
bagi yang teriak-teriak pertemuan ini tak berguna, habis-habiskan uang, ini
adalah hasil yang dibawa dari pertemuan tersebut. Silakan buka mata, jangan
hanya nyinyir membabi buta. Pemerintah melalui 14 BUMN menandatangani
perjanjian kerja sama investasi dengan berbagai perusahaan internasional untuk
proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Kerja sama ini disepakati dalam salah
satu rangkaian acara Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali.
"Siang
ini, kami menyaksikan kerja sama penandatanganan investasi dan pembiayaa antara
14 BUMN dengan investor dan lembaga keuangan untuk 19 transaksi dengan nilai
kesepakatan mencapai 13,5 miliar dollar AS atau setara Rp 202 triliun,"
kata Menteri BUMN Rini Soemarno.
Jenis
investasi yang disepakati dalam kerja sama ini terdiri atas strategic
partnership, project financing, dan pembiayaan alternatif melalui pasar modal.
Untuk sektor proyek infrastruktur yang termasuk dalam kerja sama investasi ini
di antaranya migas, hilirisasi pertambangan, pariwisata, bandar udara,
kelistrikan, pertahanan, jalan tol, hingga manufaktur.
Sudah
paham? Nilai investasi sebesar ini jumlahnya tidak main-main, dalam jangka
panjang dapat menguntungkan Indonesia, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
yang terpenting dapat menyerap lapangan kerja yang jumlahnya sangat banyak. Gerombolan
sebelah Sudah paham? Kalau masih tidak paham, kita pun sudah maklum. Kerjaannya
hanya nyinyir, pikirannya sudah diracuni kebencian dan kebodohan. Okelah, itu
jangka panjang yang dampaknya tak terasa sekarang.
Bank
Indonesia memproyeksikan keuntungan ekonomi yang didapatkan menjelang
pelaksanaan Sidang Tahunan IMF-World Bank di Bali senilai Rp 5,7 triliun.
Dari
sisi variabel pertumbuhan seperti konsumsi, investasi dan ekternalnya semua
akan bergerak dan dari sisi lapangan usaha sebagian besar bergerak lebih bagus.
Dari sisi akomodasi, total pengeluaran yang dikeluarkan oleh sekitar 15.000
(kabarnya total mencapai 32.000 orang) delegasi termasuk apabila membawa
keluarga pada kegiatan inti selama lima hari diperkirakan mencapai Rp 666
miliar.
Selain
itu, akomodasi perjalanan udara sekitar Rp 36 miliar, sewa kendaraan Rp 38
miliar, paket makan minum dan hiburan mencapai Rp 146 miliar serta
penyelenggaraan panitia mencapai sekitar Rp 1 triliun.
Investasi
jangka panjang untuk pembangunan infrastruktur menyambut pertemuan itu yakni
pengembangan apron atau parkir pesawat udara di Bandara Internasional I Gusti
Ngurah Rai mencapai Rp1,34 triliun, pengerjaan underpass sebesar Rp 289 miliar,
penyelesaian patung Garuda Wisnu Kencana sekitar Rp450 miliar dan pengembangan pelabuhan
pariwisata di Benoa mencapai sekitar Rp 1,7 triliun.
Dengan
perputaran ekonomi yang besar itu, BI optimistis pertumbuhan ekonomi di Bali
akan tumbuh kisaran 6,0 hingga 6,4%.
Sementara
itu Ketua Satuan Tugas Pertemuan IMF dan Bank Dunia Peter Jacobs menambahkan
nilai Rp 5,7 trilun tersebut bukan biaya yang dikeluarkan melainkan manfaat
yang akan diterima masyarakat khususnya di Bali. Pemerintah mengeluarkan dana
Rp 800 miliar (disediakan Rp 1 triliun) lebih untuk pertemuan tahunan yang
dihadiri 15 ribu delegasi dari 189 negara di dunia itu.
Intinya
adalah perputaran ekonomi yang akan menolong pertumbuhan ekonomi Bali. Itu
merupakan dampak pertama, belum termasuk dampak lanjutannya. Selain itu banyak
pihak yang kebanjiran omzet di Bali. Belum lagi dampak patiwisata yang disorot
media asing. Keuntungan Jangka panjangnya jauh lebih besar dari itu.
Gerombolan
sebelah mana mengerti yang beginian. Tahunya hanya nyinyir dan tak pakai akal
sehat dalam berkoar-koar. Tak usah pakai alasan bencana. Ada anggaran buat
pertemuan ini, dan ada anggaran buat penanggulangan bencana. Semua sudah ada
hitung-hitungannya. Jadi jangan bikin statement konyol.
Pertemuan
yang dihadiri oleh sekitar 20 ribu orang peserta tersebut telah menghasilkan
Rp200 triliun investasi untuk 19 item proyek infrastruktur di Indonesia.
Didapat juga komitmen dari World Bank sebesar Rp15 triliun berupa pinjaman
berjangka waktu 35 tahun untuk program rehabilitasi dan rekonstruksi
wilayah-wilayah Indonesia yang terdampak bencana gempa bumi di Lombok dan
gempa, tsunami dan likuefaksi di Palu, Sigi dan Donggala.
Selain
mendapatkan komitmen investasi dan pinjaman lunak untuk wilayah bencana, forum
IMF – WB juga telah dimanfaatkan pemerintah Indonesia untuk memperkenalkan
instrumen investasi baru yakni Green Sukuk (Bond). Green Bond merupakan
inisiatif pertama kali bagi penerbitan obligasi hijau di kawasan Asia Tenggara.
Selain memperkuat posisi pasar keuangan syariah global, Green Bond juga
menunjukkan komitmen Indonesia pada ratifikasi Paris Agreement 2016 yang ingin
menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kadar rendah karbon, punya daya
tahan terhadap perubahan iklim, dan mendorong target penurunan emisi sebanyak
26 persen pada 2020.
Atas
hasil yang diperoleh dari forum IMF-WB tersebut, apakah itu pertanda bahwa
Indonesia masih merupakan negara tujuan investasi yang diminati? Apakah juga
itu berarti para investor negara lain akan kembali meramaikan investasi FDI di
Indonesia? Apakah Green Sukuk dalam jangka menengah panjang bisa menjadi era
baru bagi investasi portofolio di Indonesia yang tengah mengalami guncangan capital
flight beberapa waktu terakhir ini?
Capaian
yang diperoleh dari forum Bali IMF-WB Meeting, tentunya harus dilihat sebagai
forum kritis agar Indonesia lebih mampu menarik investasi langsung ke Indonesia
melalui forum-forum serupa di dalam dan luar negeri. Sebagai catatan, iklim FDI
di Indonesia pada beberapa tahun terakhir memang agak kurang menggembirakan.
Kasus berpindahnya investasi langsung dari Indonesia ke negara-negara tetangga
seperti Vietnam dan Thailand harus dijadikan masukan serius. Sebab, sudah
menjadi rahasia umum bahwa iklim investasi di Indonesia membuat para investor
FDI tidak betah. Selain masalah upah buruh, birokrasi yang njlimet dan “high
cost economy”, tata kelola dan ribetnya regulasi dan pajak menyebabkan investor
asing melarikan dananya ke negara-negara yang dipercaya mempunyai iklim
investasi yang kondusif bagi pengembangan usaha.
Oleh
karenanya akan sangat disayangkan, jika komitmen investasi yang sudah diperoleh
dari Bali IMF-WB Meeting forum pada akhirnya tidak 100 persen terwujud dalam
realisasi investasi seperti yang telah ditandatangani. Sebab, biasanya investor
akan melihat dan menilai dulu kelayakan investasi yang akan ditanam di suatu
negara, termasuk persoalan birokrasi dan kemudahan berusaha. Terlebih, komitmen
investasi kebanyakan untuk mem-backup BUMN
dalam proyek-proyek infrastruktur dengan berbagai macam dinamika yang
terekam di lapangan.
Sebelum
pertemuan IMF-World Bank dilaksanakan di Bali, banyak pihak yang mendadak sok
pahlawan untuk mendapatkan simpati padahal hanya ingin cari muka. Salah satunya
adalah capres sebelah yang malah seenaknya menganjurkan agar pertemuan ini
ditunda dan dipertimbangkan kembali dengan melihat situasi negara yang sedang
dilanda gempa.
Capres
sebelah ini tidak tahu kalau persiapan pertemuan ini dilakukan jauh-jauh hari,
bukan dipersiapkan kemarin sore. Kalau hanya rencana simpel seperti makan siang
di warteg, okelah bisa ditunda. Ini pertemuan tahunan yang prosesnya lama, mana
bisa seenak jidat menunda apalagi membatalkan. Mau ditaruh di mana muka
Indonesia ini? Katanya mau make Indonesia great again, ini malah make Indonesia
ashamed (dipermalukan) again.
Sama
persis kayak nyinyir soal penyelenggaraan Asian Games, malah memuji Vietnam
yang mengundurkan diri sebagai tuan rumah karena kekurangan dana. Dia ini tidak
lain hanyalah ingin cari panggung agar mendapatkan simpati, padahal
kenyataannya dia malah membuat publik makin tidak respek. Apalagi ditambah
kasus Ratna Sarumpaet, habislah sudah.
Nah,
bagi yang teriak-teriak pertemuan ini tak berguna, habis-habiskan uang, ini
adalah hasil yang dibawa dari pertemuan tersebut. Silakan buka mata, jangan
hanya nyinyir membabi buta. Pemerintah melalui 14 BUMN menandatangani
perjanjian kerja sama investasi dengan berbagai perusahaan internasional untuk
proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Kerja sama ini disepakati dalam salah
satu rangkaian acara Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali.
"Siang
ini, kami menyaksikan kerja sama penandatanganan investasi dan pembiayaa antara
14 BUMN dengan investor dan lembaga keuangan untuk 19 transaksi dengan nilai
kesepakatan mencapai 13,5 miliar dollar AS atau setara Rp 202 triliun,"
kata Menteri BUMN Rini Soemarno.
Jenis
investasi yang disepakati dalam kerja sama ini terdiri atas strategic
partnership, project financing, dan pembiayaan alternatif melalui pasar modal.
Untuk sektor proyek infrastruktur yang termasuk dalam kerja sama investasi ini
di antaranya migas, hilirisasi pertambangan, pariwisata, bandar udara,
kelistrikan, pertahanan, jalan tol, hingga manufaktur.
Sudah
paham? Nilai investasi sebesar ini jumlahnya tidak main-main, dalam jangka
panjang dapat menguntungkan Indonesia, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
yang terpenting dapat menyerap lapangan kerja yang jumlahnya sangat banyak. Gerombolan
sebelah Sudah paham? Kalau masih tidak paham, kita pun sudah maklum. Kerjaannya
hanya nyinyir, pikirannya sudah diracuni kebencian dan kebodohan. Okelah, itu
jangka panjang yang dampaknya tak terasa sekarang.
Bank
Indonesia memproyeksikan keuntungan ekonomi yang didapatkan menjelang
pelaksanaan Sidang Tahunan IMF-World Bank di Bali senilai Rp 5,7 triliun.
Dari
sisi variabel pertumbuhan seperti konsumsi, investasi dan ekternalnya semua
akan bergerak dan dari sisi lapangan usaha sebagian besar bergerak lebih bagus.
Dari sisi akomodasi, total pengeluaran yang dikeluarkan oleh sekitar 15.000
(kabarnya total mencapai 32.000 orang) delegasi termasuk apabila membawa
keluarga pada kegiatan inti selama lima hari diperkirakan mencapai Rp 666
miliar.
Selain
itu, akomodasi perjalanan udara sekitar Rp 36 miliar, sewa kendaraan Rp 38
miliar, paket makan minum dan hiburan mencapai Rp 146 miliar serta
penyelenggaraan panitia mencapai sekitar Rp 1 triliun.
Investasi
jangka panjang untuk pembangunan infrastruktur menyambut pertemuan itu yakni
pengembangan apron atau parkir pesawat udara di Bandara Internasional I Gusti
Ngurah Rai mencapai Rp1,34 triliun, pengerjaan underpass sebesar Rp 289 miliar,
penyelesaian patung Garuda Wisnu Kencana sekitar Rp450 miliar dan pengembangan pelabuhan
pariwisata di Benoa mencapai sekitar Rp 1,7 triliun.
Dengan
perputaran ekonomi yang besar itu, BI optimistis pertumbuhan ekonomi di Bali
akan tumbuh kisaran 6,0 hingga 6,4%.
Sementara
itu Ketua Satuan Tugas Pertemuan IMF dan Bank Dunia Peter Jacobs menambahkan
nilai Rp 5,7 trilun tersebut bukan biaya yang dikeluarkan melainkan manfaat
yang akan diterima masyarakat khususnya di Bali. Pemerintah mengeluarkan dana
Rp 800 miliar (disediakan Rp 1 triliun) lebih untuk pertemuan tahunan yang
dihadiri 15 ribu delegasi dari 189 negara di dunia itu.
Intinya
adalah perputaran ekonomi yang akan menolong pertumbuhan ekonomi Bali. Itu
merupakan dampak pertama, belum termasuk dampak lanjutannya. Selain itu banyak
pihak yang kebanjiran omzet di Bali. Belum lagi dampak patiwisata yang disorot
media asing. Keuntungan Jangka panjangnya jauh lebih besar dari itu.
Gerombolan
sebelah mana mengerti yang beginian. Tahunya hanya nyinyir dan tak pakai akal
sehat dalam berkoar-koar. Tak usah pakai alasan bencana. Ada anggaran buat
pertemuan ini, dan ada anggaran buat penanggulangan bencana. Semua sudah ada
hitung-hitungannya. Jadi jangan bikin statement konyol.
Komentar
Posting Komentar